Sekilas Mengenai Budaya Tradisional


Chandra Kusuma School merupakan sekolah yang berpegangan pada pendirian bahwa murid-muridnya perlu diberikan pendidikan bukan hanya secara teori namun para murid juga perlu dilatih langsung di lapangan. Untuk itu, sekolah yang mewah tersebut selalu mengadakan fieldtrip per semesternya untuk meningkatkan kualitas siswa. Maka diputuskanlah siswa  kelas XI diberangkatkan ke Bandung dalam rangka fieldtrip pada semester 2-nya ini.

Kamis, 17 Februari 2011

Pagi itu sekitar pukul 6:30, setelah semua siswa dan guru telah berkumpul di sekolah Chandra Kusuma, kami pun berangkat ke Bandara Polonia. Awalnya para guru telah menjelaskan bahwa koper-koper tidak akan dimasukan ke bagasi, berbagai protes pun berkecam. Namun tanpa alasan yang jelas pada hari H, Pak Calvin, selaku koordinator, mengurus koper-koper untuk masuk ke bagasi. Hal ini membuat beberapa murid merasa girang, namun kegirangan tersebut lenyap dengan berita bahwa setiap koper yang masuk ke bagasi pesawat dikenakan biaya sebesar Rp. 120.000,-. Para murid lalu berbisik-bisik mengeluh mengenai hal ini. Namun hal tersebut tidak mengurangi semangat kami untuk menjelajahi Bandung. Pesawat lalu berangkat tepat pukul 08.45.
Setibanya kami di bandara Husen Sastranegara pada sekitar pukul 11.30 WIB, Pak Alfan (guru yang telah sampai terlebih dahulu di Bandung untuk melihat situasi lapangan Bandung) menjemput kami. Dengan bus pariwisata sewaan, kami menuju BTC (salah satu mall di Bandung), di sana kami makan siang di food court. Menurut kami, makanan di food court ini terbilang lebih murah dibandingkan harga di Medan. Apalagi dengan porsi yang lumayan besar, kami pun kembali bersemangat untuk menempuh perjalanan menuju Desa Wisata Sari Bunihayu.
Daerah Desa Wisata Sari Bunihayu ini dibeli pada tahun 1988 dengan luas tanah sekitar 4 hektar. Awalnya pemilik tempat ini hanya menggunakan tempat ini sebagai wisata berlibur pribadi dan keluarga. Namun atas himbauan dari pihak luar untuk membuka desa wisata ini, maka dengan resmi pada tahun 2002, tempat ini dibuka untuk komersil. Selain menyediakan penginapan, kafe dan kolam renang, desa wisata ini juga menyediakan kegiatan outbound dan kegiatan perdesaan. Tidak hanya itu, kebun teh dan nanas milik desa wisata ini juga dijual. Dengan bantuan penduduk desa, perkebunan dan pertanian nyatanya telah menambah objek wisata desa wisata ini.
 
Aula Serbaguna
Sepanjang perjalanan, kami melihat banyak bangunan yang berdiri sedikit bertebing sehingga membuat bangunan–bangunan di kota Bandung ini terlihat sangat khas. Kesan pertama yang kami dapat sesampainya adalah udara yang segar dengan pemandangan yang asri. Kami disambut dengan sangat baik oleh staf desa wisata ini. Di aula serbaguna, kami disediakan beberapa kue tradisional dan jus nanas kombinasi asli dari perkebunan mereka. Tutor kami Mas Tito yang masih muda menjelaskan dengan aksen khas Sunda yang menunjukan betapa ramah dan lembutnya penduduk Bandung.


Murid-murid lalu dibagi ke beberapa kamar dan diberikan waktu 15 menit untuk berganti pakaian yang nantinya akan digunakan untuk bermain lumpur di kolam ikan yang jaraknya dekat dengan pondok-pondok.
Kolam Ikan
Gebuk Bantal
Saat masuk ke kolam, kaki kita akan merasakan air kolam yang hangat, namun lebih dalam lagi, akan terasa cairan agak kental yaitu lumpur yang sangat tinggi. Beberapa murid perempuan sampai berteriak ketika memasuki kolam. Selain licin, kolam tersebut juga tentunya berisi banyak ikan. Namun setelah beberapa lama para siswa tampak antusias dengan tertangkapnya ikan-ikan. Meskipun sedikit jijik dan kotor, kami menikmati pengalaman yang seru ini. Setiap kelompok berlomba untuk mendapatkan ikan terbanyak. Yang jelas, pakaian yang kami kenakan kotor oleh lumpur di kedua sisinya dan bercaknya sulit untuk dibersihkan. Setelah lomba menangkap ikan, diadakan lomba gebuk bantal (pukul bantal). Sebuah bambu panjang di taruh membentangi di atas kolam ikan. Dua orang dari dua kelompok yang berbeda lalu duduk di tengah bambu yang berada di atas kolam tersebut lalu saling berpukul-pukulan sampai salah seorang dari mereka terjatuh. Namun karena ketangguhan setiap pemain hasil akhir adalah seri.

Sekitar pukul 6 sore, kami menuju kantin desa wisata ini untuk makan malam. Tidak sama seperti masakan Medan yang pedas, masakan di sini sedikit lebih manis dengan kecapnya. Selesai menyantap makan malam, kami kembali menuju ke aula serbaguna untuk menikmati tarian-tarian dan musik tradisional yang biasanya diberikan pihak desa wisata untuk menyambut tamu sekaligus sebagai hiburan untuk para penduduk sekitar. Sanggar ini dibentuk dengan tujuan untuk melestarikan dan mengembangkan seni dan budaya khususnya dari kabupaten Subang.
Angklung
Acara dimulai dengan musik khas Subang yang dominan dari orkestra ini adalah toleat, yaitu sebuah alat musik tiup menyerupai saxofon (kalau menurut kami, suaranya lebih mirip terompet). Dengan berada di bawah aula terbuka yang beratapkan seng, angin persawahan malam yang berhembus, ditambah obor-obor yang berfungsi sebagai penerangan, suasana malam itu sangat terasa akan budaya Jawa-Sundanya.
Pertama-tama Pak Asep selaku ketua orkestra memberi kata sambutan. Lalu, seorang kakek tua bercerita dengan diiringi musik orkestra dan para penari yang duduk mengelilinginya. Penonton terus tertawa dengan hiburan dari kakek tua yang tampaknya sangat mencintai kebudayaan ini. Sedikit gerakan pencat silat ditunjukkan. Acara dilanjutkan dengan kaulinan barudak yang merupakan pertunjukan yang mempertontonkan permainan anak-anak di Subang pada umumnya. Pertunjukan tersebut dilakukan oleh anak-anak sampai remaja dengan antusias dan suasana perdesaan makin terasa saat itu. Selesai pertunjukan tersebut acara di lanjutkan dengan tari cikeruhan dan tari kangsreng dimana kemampuan mereka di sanggar kemayu selanjutnya giliran para remaja belia desa yang menari dengan pasangan masing-masing. Tari ini menggambarkan tata hubungan yang akrab dan hangat antara mereka. Pupuh lalu di tampilkan dengan permainan kecapi dan dua orang anak laki-laki yang menyanyikan lagu tradisional Sunda dengan bagus. Acara semakin seru dengan acara sisingaan. (penampilan dimana terdapat duakubuh yang beranggotakan empat orang yang mengangkat miniatur seperti singa).
Sisingaan
Kesenian ini pada awalnya merupakan bentuk kesenian yang juga beranggotakan para penari sanggar lalu masing-masing mengambil angklung dan mereka bermain dengan sangat rapi. Beberapa dari kami juga di ajak ke pentas untuk ikut menari dan bermain musik. Sungguh acara yang sangat menyenangkan, mengingatkan kami pada sisi lain yang sederhana dan tradisional di bumi ini.
Kami lalu berkumpul di api unggun untuk menikmati jagung dan ikan bakar sambil membahas kegiatan untuk besok hari.

0 comments:

Posting Komentar

Copyright 2009 BANDUNG. All rights reserved.
Sponsored by: Website Templates | Premium Wordpress Themes | consumer products. Distributed by: blogger template.
Bloggerized by Miss Dothy