Mengintip Proses Pengolahan Teh


Sabtu,19 Februari 2011



Foto Bersama




Dari penginapan, kami berangkat ke pabrik teh Tambaksari. Waktu yang diperlukan untuk semua rombongan ke tempat tersebut memakan waktu sekitar  15 menit karena kami pergi dengan 2 kali trip, berhubung bus yang kami gunakan kurang besar.
Kesan pertama mengenai tempat tersebut adalah “tua”. Dinding bangunan sudah kusam dan jendelanya tidak lagi bening. Namun, bangunan tersebut masih tampak berdiri kokoh dikelilingi kebun-kebun yang asri. Di sekitar pabrik, kita dapat menghirup aroma daun teh yang segar.
Kedatangan kami disambut oleh Bapak Raijikin, selaku mandor besar, dan Bapak Endang. Keduanya akan memandu sekaligus menjelaskan tentang proses pengolahan teh.
Alat Pengering
Kami diajak ke jembatan timbang yang berada di sisi kanan pabrik. Pucuk teh yang telah dipetik dari kebun langsung dibawa untuk ditimbang. Alat timbangan tersebut berukuran sangat besar yang terletak merata dengan jalanan. Selanjutnya kami diajak memasuki pabrik dengan menaiki tangga. Di samping tangga tampak kursi monuler yang ke atas bergerak membawa teh yang telah ditimbang. Setelah sampai dilantai dua, kami berkeliling melihat tempat pelayuan. Teh yang telah diangkut dengan kursi monuler lalu dibeberkan dan dilayukan dengan angin selama 4 jam. Teh kemudian dibalik dan dimasukkan kedalam leaf cutter untuk dipotong agar memudahkan proses pengolahan.
Proses Pelayuan Daun Teh
Kami lalu menuju lantai bawah. Di sana teh yang sudah dipotong akan diayak untuk pemisahan kotoran dan batu-batu kecil. Teh lalu dimasukan kedalam mesin CTC, dimana mesin ini dibagi menjadi dua, yaitu mesin dengan 8 gigi dan 10 gigi. Karena lantainya licin, kami harus berjalan dengan perlahan, sekaligus melihat proses pembuatan teh. Dengan mesin CTC, teh masuk ke dalam proses indimitis dimana teh dirobek, dilemaskan, lalu digulung. Kami mengikuti alat yang terbentang menuju mesin pengeringan. Pada mesin ini, teh dikeringkan selama 18-20 menit dan kadar air di dalam teh lalu berkurang 2,5%. Proses inilah yang akhirnya mengubah warna teh yang hijau menjadi cokelat.
Kami lalu memasuki ruang pemanasan. Di sini suhu menjadi semakin tinggi dengan adanya tungku pemanasan yang besar. Keluar dari ruangan tersebut, terdapat ruang sortasi. Di sinilah bubuk-bubuk teh yang telah dipanaskan lalu disortir. Lagi-lagi kami merasa kesulitan karena banyaknya bubuk teh yang bertebangan sampai-sampai kami harus menutup mulut agar bubuk teh tidak masuk  kedalam mulut. Namun kami merasa senang karena ini merupakan proses akhir dari teh. Disini, teh lalu dipisahkan berdasarkan ukuran kehalusan  bubuk teh. Pak Raijikin juga menjelaskan bahwa teh-teh yang berkualitas baik nantinya akan diekspor, sementara teh yang berkualitas kurang baik akan dipasarkan secara lokal.
Kami lalu masuk ke ruang pengetesan dimana teh-teh yang telah diproses lalu diambil sampel-nya untuk dibandingkan dengan teh hasil hari-hari sebelumnya, selain itu ruang pengetesan juga digunakan untuk merasai teh. Apabila rasa teh tidak sesuai maka hasil teh tersebut harus diproses ulang. Di dalam ruangan ini, kami juga diseduhkan sampel teh tesebut. Dengan ramah Pak Raijikin juga menjelaskan bahwa teh yang diproduksi oleh Pabrik Tambaksari ini kebanyakan mengekspor teh ke Timur  Tengah.
Sampel Teh
Perjalanan untuk melihat-lihat proses produksi teh ini pun berakhir. Kami lalu berdiri di depan bangunan pabrik untuk berfoto bersama. Lalu dengan beralaskan lantai teras pabrik, aku menulis jurnal ini. Sambil berbincang-bincang ditemani angin sejuk pegunungan, kami menunggu bus selama sekitar 1 jam.
Setelah bus datang, kami melanjutkan perjalanan kami ke daerah Lembang yang berjarak sekitar 24 km. Dengan jendela bus yang terbuka, perjalanan terasa nyaman dengan angin yang sangat sejuk. Perkebunan teh terhampar sepanjang jalan, pemandangan yang sungguh indah dan asri. Sepanjang perjalanan juga tampak jejeran penjual nanas.
Perkebunan Teh
Di tengah perjalanan kami semua terkagum-kagum dengan pemandangan di luar bus. Dimana terdapat banyak sekali pertanian dan perkebunan dari lembah sampai ke bukit dengan susunan yang sangat teratur. Sungguh indah dan pemandangan di sini tidak mungkin dapat ditemukan di Medan. Karena perkotaan berbeda dengan pedesaan.
Setelah sampai di Lembang, kami berhenti di salah satu warung pinggir jalan.  Untuk melengkapi perjalanan kami di Lembang, kami sedikit bereksperimen dengan wisata kuliner. “Sate Kelinci” menjadi pilihan kami. Dengan duduk beralaskan tikar, kami menunggu makanan yang telah kami pesan. Berhubung jumlah rombongan banyak, pesanan makanan diantarkan dalam waktu yang cukup lama. Untuk itu saya melanjutkan tulisan ini. Setelah sekitar 1 jam, akhirnya pesanan kami datang. Pertama kali digigit, daging kelincinya terasa kenyal. Daging kelinci terasa hampir sama dengan daging ayam, hanya saja daging kelinci lebih terasa kenyal.
Sate Kelinci
Selesai menyantap makan siang, kami menuju hotel Pesona Bamboe untuk beristirahat.
Hotel Pesona Bamboe

0 comments:

Posting Komentar

Copyright 2009 BANDUNG. All rights reserved.
Sponsored by: Website Templates | Premium Wordpress Themes | consumer products. Distributed by: blogger template.
Bloggerized by Miss Dothy